Menyikapi Bid'ah Acara Maulid Nabi, Teliti Dengan Baik-Baik


Masalah adat istiadat kadang jadi konsumsi pembahasan kita dalam momen-momen tertentu seperti tahun baru hijriyah, maulid nabi Muhammad saw atau rabu kasaban (tolak bala).

Terus gimana kita menghadapinya? Kan ada yang meng-halal-kan dan meng-haram-kan. Masalahnya sih sederhana Cuma lafadz “bid’ah”. Tapi kayak memunculkan permusuhan.

Kalau mau masuk ke pembahasan adat sebenarnya kajiannya bukan bid’ah mas bro tapi urf.

Bid’ah digunakan untuk mengarah pada satu ibadah yang diada-adakan padahal sudah jelas diatur sesuai qur’an dan hadis.

Seperti shalat dzuhur sudah jelas 4 rakaat, eh malah jadi 5 raka’at nah itu bid’ah. 
Contoh lagi, gerakan wudhu tambahin ngusap betis, zakat fitrah jadi 100 karung makanan pokok, qurban pakai hewan babi. Nah itu sudah bid’ah yang sesat.

Kalau masalah tekhnologi dan pengetahuan secara bahasa memang bid’ah tetapi secara maknawi tidak sama sekali.

Jadi jangan aneh ya, kalau ngelihat ada golongan yang nggak suka pakai mic, motor, handphone dan rumah beton karena mereka memahami bid’ah secara bahasa aja. 

Karena bid’ah secara bahasa diartikan mengada-adakan atau membuat yang baru.

Nah disini pentingnya kalau mengkaji masalah bid’ah semua yang ada dilingkungan kita sekarang sebenarnya bid’ah mulai dari lampu, motor, listrik, cat tembok, internet bahkan blog ini juga bid’ah. Hehehe….

Tapi ingat bid’ah-nya masuk secara bahasa bukan berarti masuk secara istilah yang berarti bertentangan dengan ajaran qur’an dan hadis.

Pembahasan Maulid Nabi, Malam Syuro, Dll.
Nah sekarang masuk ke konsumsi publik nih. Kalau membahas tradisi di Indonesia harus diingat ada 2 kajian yaitu bid’ah dan urf. Karena bid’ah membahas masalah isi amalannya atau kegiatannya sedangkan urf mengkaji sisi kebiasaan dan adat istiadatnya.

Hati-hati ya jangan bid’ah doang yang dibahas dalam masalah adat istiadat, nanti hasil pemahamannya nggak bulet.

Apa itu urf? Urf adalah kebiasan, adat istiadat atau tradisi yang ada dimasyarakat. 

Nah para ulama ketika menghadapi urf ada beberapa poin berikut:

Pertama, jika ada adat yang sesuai dengan dalil syariat, wajib untuk diperhatikan dan diterapkan. Karena mempraktekkan hal ini hakekatnya mempraktekkan dalil dan bukan semata adat.

Contoh: memuliakan tamu (biasanya orang mana yaa, kalau ngasih hidangan ke tamu tuh seabrek), 
membungkung dan memberi hormat kepada orangtua (biasanya orang sunda asli, hati-hati jalan membungkuk depan orang lebih tua disebut bid’ah lagi :D), 

membersihkan rumah pake sapu ijuk atau serabut kelapa (kebersihan sebagian dari iman mas bro, kalau adatnya orang amerika pakai hoover ya nggak apa-apa) :D

Kedua, jika adat bertentangan dengan dalil syariat, ada beberapa rincian keadaan sebagai berikut,
•           Adat bertentangan dengan dalil dari segala sisi. Menggunakan adat otomatis akan meninggalkan dalil. Dalam kondisi ini adat sama sekali tidak berlaku. 

Misalnya: Melumuri tubuh dengan minyak babi (orang pedalaman masih ada tuh, kalau dia merasa beragama islam harus mulai dijauhi)

Tradisi momen cium massal atau berhubungan massal (walaupun jadi adat ya secara etika dan agama gak baik juga sih. Beberapa Negara diluar pernah mengadakan tradisi ini)

Tradisi ulang tahun dilempari telur dan terigu (kayaknya bentuk kedzaliman juga, hehehe)•           Adat bertentangan dengan dalil dalam sebagian aspek. Dalam kondisi ini, bagian yang bertentangan dengan dalil, wajib tidak diberlakukan. 

Misalnya:
Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW, kan perayaannya rupa-rupa tuh. Kalau shalawatnya masih sama dan bacaan al-qur’annya masih sama sih gak apa-apa. 

Tapi kalau sampai bacaannya buat sendiri dengan menyanjung tokoh atau orang-orang yang dikagumi golongan nah itu harus dihilangkan.

Makan bareng nasi tumpeng masih sesuai syar’i (bukan nasi tumpengnya ya, tapi makan bersamanya karena rasul juga sering makan unta atau hidangan bersama sahabatnya) kecuali tumpengnya di doa’in atas nama arwah leluhur, disemburin atau dilempar-lempar nah itu harus dihilangkan.

Lalu gimana dengan momen tanggalnya harus dihilangkan juga? Ya enggak juga, karena masuknya bid’ah secara bahasa. 

Setiap momen bisa dibuat sesuai dengan keinginan masyarakat, seperti peringatan 17 Agustus, peringatan sumpah pemuda, dll.

Nah itu kan tidak ada di zaman Rasul tapi dibuat oleh Negara dan menjadi tradisi masyarakat.

Kecuali kalau 17 agustus itu dirayakan dengan saling membunuh, sumpah pemuda dirayakan dengan saling menyumpahi dan memaki nah itu yang bertentangan dengan dalil, harus segera dihilangkan.

Maulid Nabi juga nggak jauh beda, yang penting isinya sesuai dengan aturan agama islam. Kalau isinya berisi kemusyrikan dan kemaksiatan harus dihilangkan.

Mau buat momen puasa sunnah senin kamis nasional juga nggak apa-apa, tapi yang jadi masalah adalah isi dari momen tersebut. 

Dan banyak lagi momen-momen adat yang bisa dikaji.

Contoh lagi tradisi ulang tahun, meskipun ulang tahun ngga ada contohnya tapi perayaan ulang tahun itu diisi dengan bacaan al-qur’an dan doa bersama. Dan secara perlahan-lahan kalimat ulang tahun itu diganti dengan milad, tasyakur bi nikmat atau istilah yang lebih syar’i. (Tapi kalau ulang tahunnya diisi spash party, dugem dan ngasih kehormatan jatuhnya yang kriteria pertama ya)

Dalil yang bertentangan dengan Urf, dibatasi dengan latar belakang adat yang terjadi ketika itu. Misalnya, larangan membiarkan lampu menyala di malam hari. Atau larangan minum air dari mulut botol.

Nah segitu saja pembahasannya, mohon maaf jika ada salah kata atau pihak yang merasa tidak enak. Merasa saya bukan juru tulis dan dalil pun tidak sepintar ulama apabila ada masukan dan kritik silahkan mengisi kolom komentar 

Terima kasih
Wassalam
Sumber kaidah 'URF dan ADAT
BISA DIJADIKAN SANDARAN HUKUM 
Ustadz Ammi Nur Baits حفظه الله

Publication :  1437 H_2015 H

'Urf dan Adat Bisa Dijadikan Sandaran Hukum 
  Download > 900 eBook dari www.ibnumajjah.com
  
Lebih baru Lebih lama