Tafsir
al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib dan metodenya
Tafsir ini juga dikenal sebagai Tafsîr al-Kabîr atau
Tafsîr ar-Râzi. Umumnya dipercaya bahwa al-Razi meninggal sebelum
menyelesaikannya. Tafsir itu diselesaikan oleh salah satu muridnya, yang telah
mengikuti metodologi dan idiom pendahulunya, sedemikian tepatnya sehingga tidak
dapat dibedakan gaya keduanya , karena itu para ahli berbeda pendapat mengenai
tempat yang ditinggalkan al-Razi dan mana yang dilanjutkan muridanya atau
bahkan ada satu atau dua orang murid yang menyelesaikannya .
Lepas dari polemik di atas, ini adalah salah satu
kitab tafsir dengan menggunakan metode tahlili bi al-ra’yi yang paling
komprehensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an. Dalam tafsirnya sang
pengarang terlihat berusaha menangkap substansi (ruh) makna yang terkandung
dalam teks al-Qur’an. Beliau (al-Razi) menggunakan ilmu-ilmu humaniora untuk
menggapai tujuan (tafsir)-nya, yaitu menetapkan keistimewaan akal dan ilmu di
hadapan al-Qur’an, membersihkan dari kerancuan pikiran dan kedangkalan akal,
serta menegaskan kebenaran riwayat (teks) dengan kedalaman fikiran”.
Adapun maksud dari tafsir ini dan segala uraiannya,
antara lain: Pertama, menjaga dan membersihkan al-Qur’an beserta segala isinya
dari kecenderungan-kecenderungan yang rasional, tetapi justru dengan itu
diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadapnya (al-Qur’an); Kedua, pada sisi
lain, al-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah dengan dua hal, yaitu “bukti
terlihat” dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan, serta “bukti terbaca”
dalam bentuk al-Qur’an al-Karim. Apabila kita merenungi hal yang pertama secara
mendalam, maka kita akan semakin memahami hal yang kedua, menurutnya lebih
lanjut. Karena itu, dia merelevansikan antara keyakinan ilmiah dengan kebenaran
ilmiah dalam tafsirnya. Ketiga, al-Razi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya
studi balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta
digunakan untuk menakwil ayat-ayat al-Qur’an, selama berdasarkan kaidah-kaidah
madzhab yang jelas, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah .
Namun, karena pembahasan di dalamnya menggunakan
metode penalaran logika dan istilah-istilah ilmiah, serta mencakup ilmu
kedokteran, ilmu mantiq, ilmu filsafat, dan ilmu hikmah, maka kitab ini
terkesan kehilangan intisari tafsir dan hidayah keislamannya. Sampai-sampai,
sebagian ulama menilai “di dalamnya (Tafsir al-Razi) terkandung berbagai hal,
kecuali tafsir”. Dengan bahasa lain, Abu Hayyan menegaskan bahwa Fakhruddin
al-Razi menghimpun dan menjelaskan banyak hal secara panjang lebar dalam
tafsirnya, sehingga (seolah-olah) tidak lagi membutuhkan ilmu tafsir .
Fakhruddin al-Razi sangat mementingkan korelasi
antar ayat-ayat al-Qur’an dan surat-suratnya, di samping penjelasan secara
panjang lebar tentang tata bahasa (gramatika). Walau mencakup pembahasan yang
ekstensif mengenai permasalahan filsafat, di antara berbagai aspek dari tafsir
ini yang paling penting adalah pembahasan tentang ilmu kalam. Pembahasan ini
memuat persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah Swt. dan eksistensi-Nya,
alam semesta, dan manusia, yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan alam,
astronomi, perbintangan (zodiak), langit dan bumi, hewan dan tumbuh-tumbuhan,
serta bagian-bagian tubuh manusia.
Dari hasil analisis kami, di tinjau dari metode
pengumpulan datanya kitab tafsir ini menggunakan pendekatan tafsir tahlili
yakni suatu pendekatan tafsir dengan melakukan penafsiran sesuai dengan urutan
mushaf utsmany.
Kitab tafsir ini terdiri dari 16 jilid ( peny- yang
sedang kami kaji ) yang tebal, dicetak dan tersebar di kalangan orang-orang
yang berilmu. Kitab ini mendapat perhatian yang besar dari para para pelajar
Alquran karena ia mengandung pembahasan yang dalam mencakup masalah-masalah
keilmuan yang beraneka ragam. Orang yang meneliti karya besar ini akan
menemukan beberapa poin penting yang menarik perhatian, diantaranya :
a.
Mengutamakan penyebutan hubungan antara
surah-surah Alquran dan ayat-ayatnya satu sama lain sehingga ia menjelaska
hikmah-hikmah yang terdapat dalam urutan-urutan Alquran : yang diturunkan dari
(Tuhan) yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS Fushshilat : 42)
b.
Sering menyimpang ke pembahasan tentang
ilmu matematika, filsafat, biologi dan yang lainnya.
c.
Membubuhkan banyak pendapat para
filosof, ahli ilmu kalam dan menolaknya -mengikuti metode ahli sunnah dan para
pengikutnya- ia selalu mengerahkan segala kemampuannya untuk menentang
pemikiran orang-orang Mu’tazilah dan melemahkan dalil-dalil mereka.
d.
Kalau ia menemui sebuah ayat hukum, maka
ia selalu menyebutkan semua madzhab fuqaha. Akan tetapi, ia lebih cenderung
kepada madzhab Syafi’i yang merupakan pegangannya dalam ibadah dan mu’amalat.
e.
Al-Razi menambahkan dari apa yang telah
disebutkan di atas, dengan masalah tentang ilmu ushul, al-balaghah, al-nahwu
dan yang lainnya, sekalipun masalah ini dibahas tidak secara panjang lebar
sebagaimana halnya pembahasan ilmu biologi, matematika dan filsafat.
Secara global tafsir al-Razi lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia yang besar dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang ada hubungannya, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yang menjadi sarana untuk untuk memahaminya .
Secara global tafsir al-Razi lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia yang besar dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang ada hubungannya, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yang menjadi sarana untuk untuk memahaminya .
Contoh tafsir Ar-Razi
Di
bawah ini, akan kami sajikan beberapa contoh tafsir al-Razi diantaranya telihat
dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 2 :
Firman
Allah : tidak ada keraguan padanya (QS Al-Baqarah : 2), ayat ini mengandung dua
masalah. Masalah pertama : kata al-raib hampir sama maknanya dengan asy-syak,
tetapi di dalamnya ada tambahan seakan-akan ia prasangka buruk. Engkau katakan
: “Perkara si fulan meragukan diriku apabila kamu berprasangka jahat
terhadapnya.” Seperti sabda Nabi yang berbunyi : “tinggalkan hal yang
meragukanmu kepada hal yang tidak meragu-ragukanmu.” Maka jika dikatakan : kata
al-raib kadang-kadang digunakan dalam perkataan mereka : raib al-dahr, raib
al-zaman, yakni kejadian-kejadiannya.
Melihat hasil penafsirannya al-Razi terhadap al-Qur’an, beliau menggunakan metode tahlili yang ditinjau dari segi pengumpulan datanya, dan ditinjau dari sumber penafsirannya menggunakan tafsir bi al-matsur dan bi al-ra’yi, disamping itu apabila ditunjau dari metode analisisnya yaitu tafsir tafshily yaitu secara terperinci.
Melihat hasil penafsirannya al-Razi terhadap al-Qur’an, beliau menggunakan metode tahlili yang ditinjau dari segi pengumpulan datanya, dan ditinjau dari sumber penafsirannya menggunakan tafsir bi al-matsur dan bi al-ra’yi, disamping itu apabila ditunjau dari metode analisisnya yaitu tafsir tafshily yaitu secara terperinci.
Posting Komentar