Hukum Mandi Karena Keluar Air Mani (Sperma)


Kajian Fikih kali ini akan membahas mengenai perkara yang mewajibkan junub, dan poin yang pertama dibahas adalah penyebab paling umum yaitu keluar air mani (sperma).
Sebagaimana dijelaskan oleh ulama Syafi‟iyah, mani bisa dibedakan dari madzi (cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi. (Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 5/383, pertanyaan kedua dari fatwa no.4262, Mawqi‟ Al Ifta‟) dan wadi (sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas, dengan melihat ciri-ciri mani yaitu:
1. Baunya khas seperti bau adonan roti ketika basah dan seperti bau telur ketika kering,
2. Airnya (keluar) memancar,
3. Keluarnya terasa nikmat dan mengakibatkan futur (lemas).

Jika salah satu syarat sudah terpenuhi, maka cairan tersebut disebut mani. Wanita sama halnya dengan laki-laki dalam hal ini. Namun untuk wanita tidak disyaratkan air mani tersebut memancar sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan diikuti oleh Ibnu Sholah.
Dalil bahwa keluarnya mani mewajibkan untuk mandi adalah firman Allah Ta‟ala,
 “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah/5: 6)
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa‟/4: 43)
Dalil lainnya dapat kita temukan dalam hadits Abu Sa‟id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no. 343)

Menurut jumhur (mayoritas) ulama, yang menyebabkan seseorang mandi wajib adalah karena keluarnya mani dengan memancar dan terasa nikmat ketika mani itu keluar. Jadi, jika mani tersebut keluar tanpa syahwat seperti ketika sakit atau kedinginan, maka tidak ada kewajiban untuk mandi. Berbeda halnya dengan ulama Syafi‟iyah yang menganggap bahwa jika mani tersebut keluar memancar dengan terasa nikmat atau pun tidak, maka tetap menyebabkan mandi wajib. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Lalu bagaimana dengan orang yang mimpi basah?

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Terdapat ijma‟ (kesepakatan) ulama mengenai wajibnya mandi ketika ihtilam (mimpi), sedangkan yang menyelisihi hal ini hanyalah An Nakho‟i. Akan tetapi yang menyebabkan mandi wajib di
sini ialah jika orang yang bermimpi mendapatkan sesuatu yang basah.”
Dalil mengenai hal ini adalah hadits dari „Aisyah radhiyallahu ‘anha,
 “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat telah mimpi, beliau menjawab, “Dia wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah, beliau menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At Tirmidzi no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua perowinya shahih kecuali Abdullah Al Umari yang mendapat kritikan6. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga terdapat dalil dalam hadits Ummu Salamah ummul mukminin radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Ummu Sulaim (istri dari Abu Tholhah) datang menemui Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313)
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits di atas adalah sanggahan bagi yang berpendapat bahwa mandi wajib itu baru ada jika seseorang yang mimpi tersebut merasakan mani tersebut keluar (dengan syahwat) dan yakin akan hal itu.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas berkata, “Pada saat itu diwajibkan mandi ketika melihat air (mani), dan tidak disyaratkan lebih dari itu. Hal ini menunjukkan bahwa mandi itu wajib jika seseorang bangun lalu mendapati air (mani), baik ia merasakannya ketika keluar atau ia tidak merasakannya sama sekali. Begitu pula ia tetap wajib mandi baik ia merasakan mimpi atau tidak karena orang yang tidur boleh jadi lupa (apa yang terjadi ketika ia tidur). Yang dimaksud dengan air di sini adalah mani.”


Sumber: 
“5 HAL YANG MENYEBABKAN MANDI” Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal حفظو الله
Disalin dari Web www.muslim.or.id, hal 3-8

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama