Nama
lengkap Al-Zamkhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin
Ahmad bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari dan ia dijuluki Jarullah ( tetangga
Allah ), karena ia pergi ke Makkah dan tinggal di sana lama sekali . Ia lahir
pada hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H, bertepatan dengan tahun 1074 M di
Zamakhsyar, suatu desa di Khawarizmi, terletak di wilayah Turkistan, Rusia. Ia
hidup di lingkungan sosial yang penuh dengan suasana semangat kemakmuran dan
keilmuan. Dan beliau wafat pada tahun 538 H, setelah ia kembali dari
Makkah.
Ia mendapatkan pendidikan dasar di negerinya, kemudian pergi ke Bukhara untuk memperdalam ilmunya. Ia belajar sastra (adab) kepada Abu Mudhar Mahmud ibn Jarir al-Dhabby al-Ashfahany (w. 507 H). -tokoh tunggal di masanya dalam bidang bahasa dan nahwu, guru yang sangat berpengaruh terhadap diri al-Zamakhsyari- kemudian mengadakan perjalanan ke Makkah untuk belajar yakni memperdalam pengetahuannya dalam bidang sastra, sebelum ia berguru kepada Abu Mudhar, ia berguru kepada Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury, seorang penyair dan guru di Khawarizm yang memiliki beberapa karangan, antara lain: Tahdzib Diwan al-Adab, Tahdzib Ishlah al-Manthiq, dan Diwan al-Syi’r. Dalam beberapa buku sejarah, ia tercatat pernah berguru kepada seorang faqih (ahli hukum Islam), hakim tinggi, dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Ali al-Damighany yang wafat pada tahun 496 H. Tercatat pula ia berguru kepada salah seorang dosen dari Perguruan al-Nizhamiyah dalam bidang bahasa dan sastra, yaitu Abu Manshur ibn al-Jawaliqy (446-539 H). Dan untuk mengetahui dasar-dasar nahwu dari Imam Sibawaih, ia berguru kepada Abdullah ibn Thalhah al-Yabiry .
Selama hidupnya al-Zamakhsyari hidup membujang. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan al-Zamakhsyari memilih untuk terus membujang. Penyebab-penyebab itu antara lain: kemiskinan, ketidakstabilan hidupnya, dan cacat jasmani yang dideritanya . Mungkin juga, karena kesibukannya menuntut ilmu atau kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, dan karena karya-karya yang ditulisnya membutuhkan perhatian ekstra, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan perkawinan.
Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika. Siapa saja yang telah membaca tafsirnya, maka akan menemukan banyak aspek gramatika yang berbeda. Ia memiliki otoritas dalam bidang bahasa Arab dan mempunyai banyak karya termasuk hadits, tafsir, gramatika, bahasa, retorika, dan lain-lain. Ia penganut madzhab Hanafi juga pengikut dan pendukung akidah Mu’tazilah. Tidak diragukan lagi bahwa al-Zamakhsyari adalah seorang ulama yang mempunyai wawasan luas, yang biasa disebut dengan al-Imam al-Kabir dalam bidang tafsir al-Qur’an, hadits Nabi, gramatika, filologi, dan seni deklamasi (elocution). Sampai-sampai setiap ia berada di satu kota (seprti Baghdad, Khurasan, Isfahan, Hamadan di Yaman) banyak orang yang datang menuntut ilmu dan berdiskusi dengannya, dalam diskusi dan pengajian ia dapat menyakinkan peserta dengan argumen-argumen yang kuat . Ia juga ahli sya’ir dalam bahasa Arab, meskipun berasal dari Persia.
Sebagai seorang penulis terkenal dan produktif, al-Zamakhsyari meninggalkan beberapa karya monumental dalam beberapa bidang ilmu. Dalam karya-karyanya itu ia menuangkan pemikiran, ide, dan pandangannya dalam berbagai bidang ilmu yang dikuasainya, di antara karyanya yang teragung adalah kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf (yang sedang kita bahas), kitab al-Muhajah fi al-Masa’il al-Nahwiyyah, al-Mufrad wa al-Murakkah fi al-‘Arabiyyah, al-Fa’iq fi Tafsir al-Hadis, Asas al-Balaghah fi al-Lughah, al-Mufashshal fi al-Nahwu, Ru’us al-Masa’il fi al-Fiqh dan masih banyak lagi lainnya.
Ia mendapatkan pendidikan dasar di negerinya, kemudian pergi ke Bukhara untuk memperdalam ilmunya. Ia belajar sastra (adab) kepada Abu Mudhar Mahmud ibn Jarir al-Dhabby al-Ashfahany (w. 507 H). -tokoh tunggal di masanya dalam bidang bahasa dan nahwu, guru yang sangat berpengaruh terhadap diri al-Zamakhsyari- kemudian mengadakan perjalanan ke Makkah untuk belajar yakni memperdalam pengetahuannya dalam bidang sastra, sebelum ia berguru kepada Abu Mudhar, ia berguru kepada Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury, seorang penyair dan guru di Khawarizm yang memiliki beberapa karangan, antara lain: Tahdzib Diwan al-Adab, Tahdzib Ishlah al-Manthiq, dan Diwan al-Syi’r. Dalam beberapa buku sejarah, ia tercatat pernah berguru kepada seorang faqih (ahli hukum Islam), hakim tinggi, dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Ali al-Damighany yang wafat pada tahun 496 H. Tercatat pula ia berguru kepada salah seorang dosen dari Perguruan al-Nizhamiyah dalam bidang bahasa dan sastra, yaitu Abu Manshur ibn al-Jawaliqy (446-539 H). Dan untuk mengetahui dasar-dasar nahwu dari Imam Sibawaih, ia berguru kepada Abdullah ibn Thalhah al-Yabiry .
Selama hidupnya al-Zamakhsyari hidup membujang. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan al-Zamakhsyari memilih untuk terus membujang. Penyebab-penyebab itu antara lain: kemiskinan, ketidakstabilan hidupnya, dan cacat jasmani yang dideritanya . Mungkin juga, karena kesibukannya menuntut ilmu atau kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, dan karena karya-karya yang ditulisnya membutuhkan perhatian ekstra, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan perkawinan.
Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika. Siapa saja yang telah membaca tafsirnya, maka akan menemukan banyak aspek gramatika yang berbeda. Ia memiliki otoritas dalam bidang bahasa Arab dan mempunyai banyak karya termasuk hadits, tafsir, gramatika, bahasa, retorika, dan lain-lain. Ia penganut madzhab Hanafi juga pengikut dan pendukung akidah Mu’tazilah. Tidak diragukan lagi bahwa al-Zamakhsyari adalah seorang ulama yang mempunyai wawasan luas, yang biasa disebut dengan al-Imam al-Kabir dalam bidang tafsir al-Qur’an, hadits Nabi, gramatika, filologi, dan seni deklamasi (elocution). Sampai-sampai setiap ia berada di satu kota (seprti Baghdad, Khurasan, Isfahan, Hamadan di Yaman) banyak orang yang datang menuntut ilmu dan berdiskusi dengannya, dalam diskusi dan pengajian ia dapat menyakinkan peserta dengan argumen-argumen yang kuat . Ia juga ahli sya’ir dalam bahasa Arab, meskipun berasal dari Persia.
Sebagai seorang penulis terkenal dan produktif, al-Zamakhsyari meninggalkan beberapa karya monumental dalam beberapa bidang ilmu. Dalam karya-karyanya itu ia menuangkan pemikiran, ide, dan pandangannya dalam berbagai bidang ilmu yang dikuasainya, di antara karyanya yang teragung adalah kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf (yang sedang kita bahas), kitab al-Muhajah fi al-Masa’il al-Nahwiyyah, al-Mufrad wa al-Murakkah fi al-‘Arabiyyah, al-Fa’iq fi Tafsir al-Hadis, Asas al-Balaghah fi al-Lughah, al-Mufashshal fi al-Nahwu, Ru’us al-Masa’il fi al-Fiqh dan masih banyak lagi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidu, Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahits fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-
Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para
Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama), 2007.
Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2003.
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam ( al-Mi’ah al-A’zham
fi Tarikh al-Islam), terj. Bahruddin Fannani, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1995
Ayub, Mahmud, Alquran dan para penafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus) , 1991,
cet ke -1.
Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994.
Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Alquran,( Yogyakarta : Pustaka Insan
Madani), 2008.
Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode
para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006)
Manna al-Khalil al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008, cet ke-3.
_____________, Ensiklopedia Islam 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
PENGENALAN KITAB TAFSIR :
MAFATIH AL-GHAIB ( Fakhruddin al-Razi ) AL-KASYSYAF ( al-Zamakhsyari )