Orang Yang Membunuh Muslim, Apakah Hukuman Yang Pantas?


Akhir-akhir ini sering terjadi pembunuhan yang melibatkan seorang muslim dengan non-muslim. Dan terakhir terjadi pembunuhan imam masjid di New York.
Seandainya pembunuh tersebut telah tertangkap maka apa yang seharusnya umat muslim lakukan dan hukuman apa yang pantas untuk pembunuh tersebut?


Menurut Al-Qur'an

Membunuh seorang muslim yang terlindungi darahnya, termasuk dosa besar yang sangat Allah murkai. Karena itu, Allah memberikan ancaman sangat keras bagi orang yang membunuh dengan sengaja, diantara firman-Nya,

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam. Ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisa`: 93)

Dalam ayat ini, Allah mengancam keras pelaku pembunuhan dengan sengaja, sampai karena besarnya dosa pembunuhan ini, Allah tidak mensyariatkan adanya kafarat (tebusan).

Kemudian, dalam hadis dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ

“Lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan pembunuhan terhadap seorang muslim.” (Hr. Nasai 3987, Turmudzi 1395 dan dishahih al-Albani).


Menanggapi Sidang Yang Tidak Adil

Jika mengharapkan hukum manusia maka jauh dari kesempurnaan, mungkin sang pembunuh hanya akan diganjar penjara sekian tahun tapi umat muslim yang menjadi korban sungguh tidak akan teraniaya karena sidang yang sesungguhnya adalah di akhirat
Dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَوَّلُ مَا يَقْضِى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ

“Sengketa antar-manusia yang pertama kali diputuskan pada hari kiamat adalah masalah darah.” (HR. Bukhari 6533 dan Muslim 1678)

Dalam dahis lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَجِيءُ الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُتَعَلِّقٌ بِرَأْسِ صَاحِبِهِ – وفي لفظ : يَجِيءُ مُتَعَلِّقًا بِالْقَاتِلِ تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا – يَقُولُ : رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ قَتَلَنِي

“Orang yang membunuh dan korban yang dibunuh akan didatangkan pada hari kiamat dengan menenteng kepala temannya (pembunuh) – dalam riwayat lain: Dia (korban) membawa orang yang membunuh, sementara urat lehernya bercucuran darah – dia mengatakan: ‘Ya Allah, tanya orang ini, mengapa dia membunuh saya’.” (HR. Ibnu Majah 2621 dan dishahihkan al-Albani).

Mengingat masih ada hak korban yang tidak mungkin bisa ditunaikan kecuali setelah kiamat, sebagian ulama berpendapat, tidak ada taubat bagi pembunuh. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum, Abu Salamah bin Abdurrahman, Qatadah, Ad-Dhahhak, dan Hasan Al-Bashri.

Sementara mayoritas ulama mengatakan bahwa pembunuh memiliki hak untuk bertaubat, sebagaimana dosa yang lainnya. Dan inilah pendapat yang kuat, berdasarkan firman Allah,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

”Sesungguhnnya Aku Maha Pengampun bagi setiap orang yang mau bertaubat dan beramal sholeh, kemudian dia meniti jalan petunjuk.” (QS. Thaha: 82).

Lalu bagaimana dengan hak korban di akhirat? Apakah pahala pembunuh akan diambil di akhirat untuk diberikan kepada korban, ataukah Allah yang akan menanggungnya?

Mengenai hal ini, Imam Ibnu al-Qayyim menjelaskan,

Apabila pembunuh menyerahkan dirinya kepada wali korban, dia menyesal dan takut kepada Allah, betul-betul bertaubat kepada Allah, maka hak Allah menjadi gugur dengan taubat, hak wali gugur dengan dia menyerahkan diri, berdamai dan memaafkan. Tinggallah hak korban (al-Maqtul). Allah akan memberi ganti haknya pada hari kiamat, dari hamba-Nya yang bertaubat, dan Allah akan memperbaiki hubungan keduanya. (Dinukil dari Hasyiyah ar-Raudhul Murbi’, Abdurrahman Qosim, 7/165)



Bagaimana Dengan Keluarga/Wali Korban

Dalam kasus pembunuhan disengaja, wali korban memiliki tiga pilihan hak,

Pilihan pertama, qisas, nyawa balas nyawa.

Wali korban bisa menuntut hukuman pancung untuk pelaku pembunuhan. Pelaksanaan hukuman ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk melaksanakan qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh….” (Qs. al-Baqarah: 178).

Islam memotivasi agar pihak ahli waris korban menggugurkan hukuman qisas bagi pelaku, dengan catatan, apabila pelaku tidak dikenal sebagai orang jelek. Allah ingatkan,

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ

“Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf, dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu, dan merupakan suatu rahmat.” (QS. al-Baqarah: 178).

Mengingat qisas tidak bisa dibagi-bagi, sehingga jika ada salah satu diantara ahli waris yang memaafkan si pembunuh agar tidak diqisas, maka hukuman qisas ini menjadi gugur. Selanjutnya, si pembunuh wajib menunaikan pilihan kedua, yaitu diyat. (Fikih Sunah, 2/523).

Pilihan kedua, membayar diyat

Diyat dalam kasus pembunuhan ada 2:

a. Diyat Mukhaffafah (diyat ringan). Diyat ini berlaku untuk pembunuhan tidak sengaja atau semi sengaja.

b. Diyat Mughaladzah (diyat berat). Diyat ini berlaku untuk pembunuhan sengaja, ketika wali korban membebaskan pelaku dari qishas.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أَنْ يُقْتَلَ

“Barangsiapa yang menjadi wali korban pembunuhan, maka ia diberi dua pilihan: memilih diyat atau qisas.” (Hr. Bukhari 2434 & Muslim 1355).

Besar diyat mughaladzah menurut madzhab Syafiiyah dan salah satu riwayat dalam madzhab Hambali senilai 100 ekor onta, dengan rincian: 30 onta hiqqah (onta betina dengan usia masuk tahun keempat), 30 onta jadza’ah (onta betina dengan usia masuk tahun kelima), dan 40 onta induk yang sudah pernah beranak satu yang sedang hamil. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 21/51).

Pada dasarnya, diyat dibayarkan dalam bentuk onta. Namun jika tidak memungkinkan untuk membayar dengan onta, diyat bisa dibayarkan dengan uang senilai harga onta dengan kriteria di atas.

Pilihan ketiga, memberikan ampunan tanpa bayaran.

Para ahli waris korban memiliki hak untuk mengampuni pelaku dengan tidak meminta qisas maupun diyat. Dan bentuk pemaafan ini Allah sebut sebagai sedekah bagi keluarga yang memaafkan. Alla berfirman,

فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ

“Barangsiapa yang melepaskan (hak qisas)-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.” (QS. al-Maidah: 45).

Beda antara qisas dengan diyat ketika digugurkan.

Ketika salah satu ahli waris menggugurkan qisas, maka hukuman qisas menjadi gugur, sekalipun ahli waris yang lain tidak memaafkannya. Karena qisas tidak bisa dibagi.

Berbeda dengan diyat, ketika salah satu ahli waris menggugurkan diyat, kewajiban bayar diyat tidak menjadi gugur seluruhnya, selama masih ada ahli waris lain yang menuntut diyat. Hanya saja, sebagian kewajiban diyat menjadi gugur.



Tanggapan Penulis

Membunuh memang suatu perkara yang sangat berat dan melanggar setiap norma, namun yang jadi masalaha adalah penegakan hukuman bagi tersangka agar meemberikan efek jera sehingga menjadi inspirasi bagi orang lain seberat apapun maslah dan rasa kesal tidak akan muncul niat membunuh karena mengingat hukuman yang begitu berat dan besar.
Bagi negara yang tidak mendukung adanya hukum islam memang hal ini sangat berat, namun Allah tidak akan menutup mata dan berlaku dzalim jika qisas dan diyat tidak bisa terlaksana maka Allah mengetahui akan setiap penderitaan kita.

Lebih baru Lebih lama