Terdapat banyak hukum haid, ada lebih dari dua puluh hukum. tetapi kami sebutkan di sini hukum-hukum yang kami anggap banyak diperlukan, antara lain :
1. Shalat. Diharamkan bagi wanita yang sedang haid mengerjakan shalat, baik fardhu maupun sunnat, dan jika ternyata mengerjakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Adapun membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid, dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqh, do’a dan aminnya, serta mendengarkan Al Qur’an, maka tidak diharamkan bagi wanita haid, hal ini berdasarkan hadits dalam shahih Al Bukhari dan Muslim dan kitab lainnya bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersandar di kamar Aisyah Radhiyallahi ‘anha yang ketika itu sedang haid,
lalu beliau membaca Al Qur’an. Diriwayatkan pula dalam shahih Al Bukhari dan Muslim Dari Ummu Athiyah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia mendengar nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : " یخرج العواتق وذوات الخدور والحيض – یعني إلى صلاة العيد - وليشهدن الخير ودعوة المسلمين ویعتزل الحيض المصلى " “ Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid- yakni ke shalat Idhul Fitri dan Adha serta supaya mereka ikut menyaksikan kebaikan dan do’a orang-orang yang beriman. Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat” Sedangkan membaca Al Qur’an bagi wanita haid itu sendiri, jika dengan mata atau dengan hati tanpa diucapkan dengan lisan maka tidak apa-apa hukumnya, misalnya mushaf atau lembaran Al Qur’an diletakkan lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatinya membaca. menurut An Nawawi dalam kitab Syarh Al Muhadzdzab Juz 2 hal : 362, hal ini boleh tanpa ada perbedaan pendapat. Adapun jika wanita haid itu membaca Al Qur’an dengan lisan, maka banyak ulama mengharamkannya dan tidak membolehkannya. Tetapi Al Bukhari, Ibnu Jarir At Thabari dan Ibnul Mundzir membolehkannya. Juga boleh membaca ayat Al Qur’an bagi wanita haid menurut Imam Malik dan Asy syafii dalam pendapatnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari, serta menurut Ibrahim An Nakha’i sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa kumpulan Ibnu Qasim mengatakan : “Pada dasarnya tidak ada hadits yang melarang wanita haid membaca Al Qur’an. Sedangkan pernyataan “ wanita yang sedang haid dan orang junub tidak boleh membaca Al Qur’an” adalah hadits dhaif menurut kesepakatan para ahli hadits. Seandainya wanita yang sedang haid dilaran membaca Al Qur’an, seperti halnya shalat, pada hal pada zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kaum wanitapun mengalami haid, tentu hal ini termasuk yang dijelaskan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya,diketahui oleh istri beliau sebagai ibu-ibu kaum mu’minin, serta disampaikan sahabat kepada orang lain. Namun, tidak ada seorangpun yang menyampaikan bahwa ada larangan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Karena itu, tidak boleh dihukumi haram selama diketahui bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak melarangnya, padahal banyak pula wanita haid pada zaman beliau, berarti hal ini tidak haram hukumnya. Setelah mengetahui perbedaan pendapat diantara para ulama, seyogyanya, kita katakana, lebih utama bagi wanita yang sedang haid tidak membaca Al Qur’an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membaca Al Qur’an kepada siswi-siswinya, atau seorang siswi yang pada waktu ujian perlu diuji dalam membaca Al Qur’an, dan lain sebagainya. 2. puasa Diharamkan bagi wanita yang sedang haid berpuasa, baik puasa wajib maupun sunnat, dan tidak sah puasa yang dilakukannya. Akan tetapi ia berkewajiban manqadha’ puasa yang wajib, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha : " آان یصيبنا ذلك ، تعني الحيض، فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة " “ Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat(hadits muttafaq ‘ alaih). 3. Thawaf. Diharamkan bagi wanita yang sedang haid melakukan thawaf di Ka’bah, baik yang wajib maupun sunnah, dan tidak sah thawafnya, berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah : " افعلي ما یفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت حتي تطهري " “ Lakukanlah apa saja yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Ka’bah sebelum kamu suci” Adapun kewajiban lainnya seperti sa’i antara Shafa dan marwah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji dan umrah selain itu, tidak diharamkan. Atas dasar ini, jika seorang wanita melakukan thawaf dalam keadaan suci, kemudian keluar darah haid langsung setelah thawaf atau di tengah-tengah melakukan sa’i, maka tidak apa-apa hukumnya. 4. Berdiam dalam masjid Diharamkan bagi wanita yang sedang haid berdiam dalam masjid, bahkan diharamkan pula baginya berdiam dalam tempat shalat Ied. Berdasarkan hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia mendengar Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : " یخرج العواتق وذوات الخدور , وفيه " یعتزل الحيض المصلى " “Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid… tetapi wanita yang sedang haid menjahui tempat shalat” ( muttafaq alaih ) 5. Jima’ ( senggama) Diharamkan bagi sang suami melakukan jima’ dengan istrinya yang sedang haid, dan diharamkan bagi sang istri memberi kesempatan kepada suaminya melakukan hal tersebut. Dalilnya firman Allah subhaanahu wa ta’aala : “ Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: “ haid itu suatu kotoran: oleh sebab itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…( QS. Al Baqarah : 222) Dan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam : " اصنعوا آل شيء إلا النكاح " “Lakukanlah apa saja kecali nikah (yakni, bersenggama)” ( HR. Muslim ). 6. Talak Diharamkan bagi seorang suami mentalak istrinya yang sedang haid, berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’aala “Hai Nabi, apa bila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)id- yakni ke shalat Idhul Fitri dan Adha serta supaya mereka ikut menyaksikan kebaikan dan do’a orang-orang yang beriman. Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat” Sedangkan membaca Al Qur’an bagi wanita haid itu sendiri, jika dengan mata atau dengan hati tanpa diucapkan dengan lisan maka tidak apa-apa hukumnya, misalnya mushaf atau lembaran Al Qur’an diletakkan lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatinya membaca. menurut An Nawawi dalam kitab Syarh Al Muhadzdzab Juz 2 hal : 362, hal ini boleh tanpa ada perbedaan pendapat. Adapun jika wanita haid itu membaca Al Qur’an dengan lisan, maka banyak ulama mengharamkannya dan tidak membolehkannya. Tetapi Al Bukhari, Ibnu Jarir At Thabari dan Ibnul Mundzir membolehkannya. Juga boleh membaca ayat Al Qur’an bagi wanita haid menurut Imam Malik dan Asy syafii dalam pendapatnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari, serta menurut Ibrahim An Nakha’i sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa kumpulan Ibnu Qasim mengatakan : “Pada dasarnya tidak ada hadits yang melarang wanita haid membaca Al Qur’an. Sedangkan pernyataan “ wanita yang sedang haid dan orang junub tidak boleh membaca Al Qur’an” adalah hadits dhaif menurut kesepakatan para ahli hadits. Seandainya wanita yang sedang haid dilaran membaca Al Qur’an, seperti halnya shalat, pada hal pada zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kaum wanitapun mengalami haid, tentu hal ini termasuk yang dijelaskan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya,diketahui oleh istri beliau sebagai ibu-ibu kaum mu’minin, serta disampaikan sahabat kepada orang lain. Namun, tidak ada seorangpun yang menyampaikan bahwa ada larangan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Karena itu, tidak boleh dihukumi haram selama diketahui bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak melarangnya, padahal banyak pula wanita haid pada zaman beliau, berarti hal ini tidak haram hukumnya. Setelah mengetahui perbedaan pendapat diantara para ulama, seyogyanya, kita katakana, lebih utama bagi wanita yang sedang haid tidak membaca Al Qur’an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membaca Al Qur’an kepada siswi-siswinya, atau seorang siswi yang pada waktu ujian perlu diuji dalam membaca Al Qur’an, dan lain sebagainya.
2. puasa Diharamkan bagi wanita yang sedang haid berpuasa, baik puasa wajib maupun sunnat, dan tidak sah puasa yang dilakukannya. Akan tetapi ia berkewajiban manqadha’ puasa yang wajib, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha : " آان یصيبنا ذلك ، تعني الحيض، فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة " “ Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat(hadits muttafaq ‘ alaih).
3. Thawaf. Diharamkan bagi wanita yang sedang haid melakukan thawaf di Ka’bah, baik yang wajib maupun sunnah, dan tidak sah thawafnya, berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah : " افعلي ما یفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت حتي تطهري " “ Lakukanlah apa saja yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Ka’bah sebelum kamu suci” Adapun kewajiban lainnya seperti sa’i antara Shafa dan marwah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji dan umrah selain itu, tidak diharamkan. Atas dasar ini, jika seorang wanita melakukan thawaf dalam keadaan suci, kemudian keluar darah haid langsung setelah thawaf atau di tengah-tengah melakukan sa’i, maka tidak apa-apa hukumnya.
4. Berdiam dalam masjid Diharamkan bagi wanita yang sedang haid berdiam dalam masjid, bahkan diharamkan pula baginya berdiam dalam tempat shalat Ied. Berdasarkan hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia mendengar Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : " یخرج العواتق وذوات الخدور , وفيه " یعتزل الحيض المصلى " “Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid… tetapi wanita yang sedang haid menjahui tempat shalat” ( muttafaq alaih )
5. Jima’ ( senggama) Diharamkan bagi sang suami melakukan jima’ dengan istrinya yang sedang haid, dan diharamkan bagi sang istri memberi kesempatan kepada suaminya melakukan hal tersebut. Dalilnya firman Allah subhaanahu wa ta’aala :
“ Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: “ haid itu suatu kotoran: oleh sebab itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…( QS. Al Baqarah : 222) Dan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam : " اصنعوا آل شيء إلا النكاح " “Lakukanlah apa saja kecali nikah (yakni, bersenggama)” ( HR. Muslim ).
6. Talak Diharamkan bagi seorang suami mentalak istrinya yang sedang haid, berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’aala “Hai Nabi, apa bila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).
Hukum-Hukum Haid Sumber : “Darah Kebiasaan Wanita”, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh Al’Utsaimin, Penerjemah Muhammad Yusuf Harun, hal 11-12
إرسال تعليق