10 Adab Muslim Dalam Memperkerjakan Pegawai


1.       Hendaknya Mempekerjakan Seorang Muslim, bukan Orang di Luar Islam
Wajib bagi kaum Muslimin untuk tidak mempekerjakan seseorang kecuali seorang Muslim. Tidak boleh ia mempekerjakan orang musyrik. Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم telah bersabda:
...فَلَنْ أَسْتَعِيْنَ بِـمُشْرِكٍ
"...Aku tidak akan meminta bantuan kepada orang musyrik."
Umar ibnul Khaththab رضي الله عنه sangat marah ketika Abu Musa al-Asy'ari رضي الله عنه menyewa seorang juru tulis Nasrani pada masa kepemimpinannya di Kufah. Terkecuali jika memang ia tidak menemukan seorang Muslim hingga ia terpaksa mengupah orang musyrik, dengan syarat tidak memberikan kekuasaan kepada orang tersebut atas aset-aset kaum Muslimin.
Allah Ta'ala berfirman:
...وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا
"...Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman".(QS. An-Nisaa'/4: 141)
2.       Hendaknya Mempekerjakan Seorang yang Kuat lagi Terpercaya
Hendaknya seorang Muslim mempekerjakan untuk hajatnya seorang yang ada pada dirinya sifat amanah, bagus agamanya, kuat, dan layak. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala:
...إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
"... Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (QS. Al-Qashash/28: 26)

Sebab, orang yang memiliki sifat-sifat seperti ini akan mampu melaksanakan tugas dan lebih bertakwa kepada Allah dalam tugasnya. Adapun orang yang hanya memiliki sebagian sifat di atas dan tidak memiliki sebagian yang lain akan menyebabkan kekacauan sehingga pekerjaan tersebut tidak akan sempurna hasilnya sebagaimana yang diharapkan. Disebutkan dalam satu riwayat bahwa 'Umar Ibnul Khaththab رضي الله عنه berkata: "Ya, Allah, aku mengadukan kepada-Mu kelemahan orang yang amanah dan pengkhianatan orang yang kuat."
3.       Kemudahan dalam Muamalah
Yang dimaksud adalah muamalah antara majikan dan pekerja yang diwarnai dengan kemudahan, kelembutan dan penuh kerelaan hati. Sesungguhnya Islam sangat menganjurkan kemudahan dalam semua bentuk muamalah.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً سَـمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى
"Allah merahmati orang yang mudah jika menjual, membeli, dan menagih."

4.       Kesepakatan
Maksudnya adalah kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, yakni tentang pekerjaan yang diminta, penjelasan karakter dan perinciannya, serta upah yang pantas sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Kesepakatan ini akan memutuskan sebab-sebab perselisihan, menutup pintu masuk syaitan, serta mencegah kecurangan dan penipuan. Sebagaimana pula majikan tidak boleh mermanfaatkan kefakiran pekerja atau memaksanya mengerjakan sesuatu hingga merugikan haknya, atau memberinya upah yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan pekerjaan.
Dalil disyari'atkannya kesepakatan dan penetapan upah adalah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika ditanya temang pekerjaan beliau menggembala kambing. Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيْطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ
"Aku menggembala kambing untuk penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath"
Yang dimaksud dengan qirath adalah bagian dari dinar atau dirham. Satu qirath (4/6 dinar) sama dengan setengah daniq (1/4 dirham) dan satu dirham sama dengan enam daniq. Sebagian perawi hadits berpegang dengan tafsir ini, sebagaimana yang dipilih oleh Ibnu Hajar.
5.       Tidak Boleh Mempekerjakan Seseorang untuk Perkara yang Haram
Seorang pekerja tidak boleh menerima pekerjaan yang di dalamnya te-kandung kemarahan Allah عزّوجلّ. Misalnya, menjaga toko yang menjual barang-barang haram, seperti rokok, minuman keras, majalah dan CD-CD porno, dan lain sebagainya. Janganlah ia menerima kecuali pekerjaan yang diperbolehkan hingga upah yang ia terima itu halal dan baik.
Demikian juga bagi majikan, janganlah ia mempekerjakan seseorang untuk membantunya melakukan pekerjaan yang haram. Hal demikian akan menambah dosa pada dosanya yang pertama, yaitu melakukan perbuatan haram, dengan dosa baru, yaitu mengikutsertakan orang lain dalam perkara haram tersebut. Pada asalnya, ia juga tidak boleh melakukan hal itu. Mempekerjakan seseorang untuk perkara haram adalah suatu yang bathil dan tidak dibenarkan. Sebagaimana tidak boleh seorang majikan memaksa buruh mengerjakan sesuatu yang mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala.

6.       Amanah dalam Melaksanakan Tugas dan Pekerjaan
Sudah selayaknya seorang pekerja melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah dan tidak berkhianat. Hendaknya ia bertakwa kepada Allah Ta’ala, bahkan ketika majikan tidak ada. Ia harus tetap muraqahah (merasa dalam pengawasan) dengan Rabbnya عزّوجلّ dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sesungguhnya ini merupakan sifat amanah.
Allah عزّوجلّ berfirman:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا...
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..." (QS. An-Nisaa'/4: 58)

7.       Menyerahkan Hasil Keuntungan kepada Majikan
Seorang pekerja hendaknya menyerahkan keuntungan kepada majikannya karena hal itu merupakan bentuk penunaian amanah.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الْخَازِنُ الْأَمِينُ الَّذِي يُؤَدِّي مَا أُمِرَ بِهِ طَيِّبَةً نَفْسُهُ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ
"Seorang bendahara yang amanah, yang menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya dengan senang hati, termasuk orang yang bershadaqah."
Tidak boleh ia mengambil sesuatu pun untuk dirinya karena itu merupakan pengkhianatan. Sebagaimana ia juga tidak boleh menyerahkan keuntungan kepada selain majikannya. Sesungguhnya itu adalah kezhaliman. Demikian juga hendaknya ia bersikap wara’ (berhati-hati) dalam menerima hadiah yang diserahkan kepadanya disebabkan posisinya pada jabatan itu.

8.       Berbelas Kasih kepada Pegawai
Hendaknya seorang majikan tidak membebani pegawai dengan pekerjaan di luar kemampuan atau memikulkan kepadanya pekerjaan yang tidak sanggup ia kerjakan. Terkecuali jika majikan turut membantunya mengerjakan tugas yang berat itu.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
... وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
"Janganlah kalian membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu. Jika kalian membebankan sesuatu kepada mereka, maka bantulah."

9.       Menunaikan Hak Pekerja
Hendaknya seorang majikan menunaikan hak-hak pekerja yang telah disepakati sebelumnya, segera setelah ia menyelesaikan tugasnya, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
"Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya."
Janganlah ia berusaha untuk menunda-nunda penyerahannya atau merugikan sedikit pun darinya. Yakni, dengan menahan upah tanpa alasan dan yang semisalnya, Sebab, perbuatan itu termasuk kategori memakan harta orang secara bathil. Maka selayaknya setiap majikan menyadari bahwasanya memakan hak pekerja merupakan dosa yang sangat besar.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَـمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَـمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
"Allah Ta'ala berfirman; 'Ada tiga macam orang yang langsung Aku tuntut pada hari Kiamat: orang yang membuat perjanjian atas nama-Ku lalu ia langgar; orang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya; dan orang yang mempekerjakan orang lain, yang orang itu telah menyempurnakan pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan gajinya (upahnya).'"
10.    Menjaga Hak-Hak Pekerja yang Pergi (Tidak Hadir)
Hendaknya seorang majikan tetap menjaga hak-hak pekerja jika pekerja itu pergi sebelum ditunaikan haknya, baik karena sakit, pergi tiba-tiba atau sebab lainnya, Seandainya upah pekerja itu bergabung dengan harta majikan dan terus bertambah keuntungannya ketika si pekerja pergi, hendaknya majikan menyerahkan upah itu berikut keuntungannya. Ini merupakan amal shalih dan bentuk penunaian amanah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda mengisahkan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua:
وَقَالَ الثَّالِثُ : اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الْأَمْوَالُ، فَجَاءَنِي بَعْدَ حِينٍ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ! أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي ، فَقُلْتُ لَهُ : كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الْإِبِلِ، وَالْبَقَرِ، وَالْغَنَمِ، وَالرَّقِيقِ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، لَا تَسْتَهْزِئُ بِي، فَقُلْتُ: إِنِّي لَا أَسْتَهْزِئُ بِكَ فَأَخَذَهُ كُلَّهُ، فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ، فَخَرَجُوا يَـمْشُونَ
"Orang yang ketiga berkata: 'Ya, Allah, aku pernah mempekerjakan beberapa orang pekerja. Aku pun menyerahkan upah mereka masing-masing, kecuali upah satu orang yang ia pergi sebelum aku menyerahkan upahnya. Kemudian, aku mengusahakan upah itu hingga berkembang menjadi harta yang banyak, Setelah berlalu beberapa waktu, ia pun mendatangiku seraya berkata: 'Wahai, hamba Allah, serahkanlah upahku kepadaku!' Aku berkata kepadanya: 'Semua yang engkau saksikan berupa unta, sapi, kambing, dan budak ini adalah upahmu.' Dia berkata: 'Wahai, hamba Allah, janganlah engkau bergurau denganku.' Aku berkata: 'Aku tidak bergurau'. Maka dia pun mengambil seluruh harta itu, menuntunnya, dan tidak menyisakannya sedikit pun. Ya, Allah, jika aku melakukan semua itu semata-mata karena mengharap wajah-Mu, maka keluarkanlah kami dari tempat ini, Batu itu pun bergeser hingga mereka bertiga dapat berjalan keluar. '
Seandainya pekerja itu telah mati sebelum ia menerima upah, hendaknya majikan menyerahkan upah itu kepada ahli warisnya dengan segera. Sebab, mereka lebih berhak atas upah tersebut. Ini merupakan bentuk penunaian.
Jika majikan sudah berusaha mencari ahlu waris pekerja itu namun tidak juga menemukannya, hendaknya ia bersedekah senilai upah itu atas nama pekerja tersebut. Allaahu a'lam.
Inilah akhir dari apa yang Allah mudahkan bagiku dari adab-adab yang berkaitan dengan ijaarah, dan jumlahnya ada sepuluh adab. Walhamdulillahi Rabbil 'aalamiin.


Sumber: ADAB AL-IJAARAH (Mempekerjakan Orang), oleh Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Disalin dari Kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur'an dan As-Sunnah, Terbitan Pustaka Imam Syafi'i Jakarta, hal 49-54

Post a Comment

أحدث أقدم