Dalam Taisir Mustholahul Hadits karya DR. Mahmud Thohhan, dikatakan : Hadits dari sisi sampainya kepada kita ada dua, yakni Mutawattir dan Ahad. Khobar Mutawattir adalah yang diriwayatkan sekelompok perawi yang banyak (tiap thobaqot tidak kurang dari 10 orang menurut pendapat yang terpilih) yang menurut adat tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Sedangkan khobar ahad adalah khobar yang tidak sampai derajat mutawattir.
Hizbut Tahrir menyatakan di dalam kitab ad-Dusiyah hal. 3 : “Terdapat perbedaan antara hukum-hukum syariat dan perkara-perkara aqidah dari sisi dalil.
Hukum-hukum sy ar’iyyah boleh ditetapkan dengan dalil dhonniy dan boleh dengan dalil qoth’iy kecuali aqidah, karena harus ditetapkan dengan dalil qoth’iy, tidak boleh ditetapkan dengan dalil dhonniy sedikitpun.
Aqidah tidak boleh diambil melainkan harus dengan dalil yakin, apabila dalilnya qoth’iy maka wajib diimani dan mengingkarinya adalah kafir, namun jika dalilnya dhonniy maka haram bagi tiap muslim mengimaninya…, maka wajib menetapkan aqidah dengan dalil qoyh’iy…”
Hizbut Tahrir berpendapat bahwa aqidah adalah “Pembenaran secara pasti sesuai dengan kenyataan menurut dalil” , maka menetapkan aqidah haruslah dengan dalil qoth’iy dan tidak boleh dengan dalil dhonniy. Mereka mensyaratkan dua sisi dalam menerima suatu berita keimanan atau aqoid, yakni :
- Ats-Tsubut (ketetapan asalnya) harus qoth’iy tidak boleh dhonniy. Menurut mereka khobar mutawattir adalah qoth’iy atstsubut sedangkan khobar ahad adalah dhonniy ats-tsubut, sehingga khobar ahad tak boleh dijadikan dasar dalam aqidah.
- Ad-Dilalah (penunjukan lafadh nash) harus qoth’iy tidak boleh dhonniy. Menurut mereka, nash-nash dalil walaupun dari al- Qur’an atau hadits mutawattir y ang qoth’iy ats-tsubut belum tentu qoth’iy ad-dilalah, jika menimbulkan interpretasi yaang berbeda dari lafadh yang sama, maka dikatakan lafadh tersebut dhonniy ad-dilalah dan tidak boleh dijadikan hujjah dalam perkara aqidah. Sehingga masalah sifat-sifat Allah menurut mereka adalah dhonniy ad-dilalah dan tidak bisa dijadikan perkara aqoid.
Mereka berargumentasi bahwa dhon itu adalah persangkaan belaka dan kebathilan, berangkat dari QS an-Najm : 23, 27 dan 28, Yunus : 36 dan 68, an-Nisa’ 157, al-An’am : 116 dan 148, Shod : 27, al-Jatsiyah : 32,
Fushshilat : 22-23, Jin : 5 dan al-Baqoroh : 78. Namun pendapat mereka ini sangat lemah, dan al-Imam al-Albany telah membantahnya dalam artikel yang berjudul Hizbut Tahrir al-Mu’tazilah al-Judud yang dimuat dalam majalah as-Salafiyyah no 2 tahun 1417 hal. 17-23 dan telah diterjemahkan dalam majalah as-Sunnah edisi 3, tahun III 1428/1998 M. dengan judul Hizbut Tahrir Neo Mu’tazilah hal. 43-55. demikian pula dalam al-Hadits hujjah binafsiha, dan lain-lain. [baca : al-Jamaa’at al- Islamiyyah hal. 295, al-Istidlal bidh dhonni fil aqidah.
Sumber: “Ada Apa Dengan Hizbut Tahrir, Tanya Jawab Bersama Syaikh Salim Ied Al-Hilaly, Alih Bahasa Abu Salma Al-Atsari, hal 14-15
إرسال تعليق